Monday, June 17, 2013

Sinopsis Nove "Sang Pemimpi"

Sinopsis Novel “Sang Pemimpi” Karya Andrea Hirata

Cerita di dalam novel ini diawali oleh kelakuan jahil Arai yang dengan sengaja mengikuti setiap gerak-gerik Pak Mustar yang sedang serius berpidato di atas podium saat upacara bendera yang rutin setiap senin pagi dilaksanakan. Kala itu, Pak Mustar yang terkenal sangat Killer mengunci pintu gerbang sekolah setengah jam sebelum jam upacara biasanya dilaksanakan. Akhirnya banyak siswa yang terlambat temasuk Arai. Akibat tindakan Pak Mustar pagi itu. Arai, sang pemimpin pasukan habis-habisan bergaya ala Pak Mustar berpidato sehingga mengundang amarah yang sangat luar biasa dari beliau. Tiba-tiba saja Pak Mustar dan kedua penjaga sekolah telah berada dibelakang Arai dan siap menerkam Arai and the Gang yaitu Ikal dan Jimbron yang sedang cekikikan melihat kelakuan Arai tadi. Melihat hal tersebut, ketiga bersahabat itu langsung pucat pasi diam seribu bahasa dan siap-siap mengambil ancang-ancang untuk lari dari terkaman Pak Mustar.
Kejar-kejaran pun tak dapat dielakkan, namun celakanya hanya Ikal yang menjadi sasaran Pak Mustar dan pengawalnya. Setelah beberapa menit mencoba meloloskan diri dari maut, akhirnya Arai, Ikal, dan Jimbron bersembunyi didalam peti es Ikan milik Capo Lam Nyet Pho yang baunya sungguh sangat amis luar biasa. Dari dalam peti tersebut mereka melihat Pak Mustar dan ajudannya sedang mondar-mandir mencari mereka. Namun betapa kagetnya ketiga bersahabat itu saat merasakan peti itu terangkat menuju pasar ikan yang begitu ramai. Yang paling menegangkan adalah detik-detik Capo membuka peti es ikan tersebut lalu mendapatkan Arai, Ikal, dan Jimbron tengah bersembunyi didalam peti es ikannya. Lalu dengan refleks Capo meneriakkan “Ikan Duyung” sambil menunjuk-nujuk ke wajah ketiga anak jahil tersebut.
Arai sang simpai keramat adalah saudara sepupu jauh Ikal yang kini telah menjadi yatim piatu setelah ibu dan adiknya meninggalkannya terlebih dahulu dan ketika menginjak kelas tiga SD ayahnya juga meninggalkannya sebatang kara di tengah ladang tebu yang tak terurus nun jauh di sana. Simpai keramat adalah julukan orang Melayu kepada orang terakhir yang tersisa dari suatu klan. Dan setelah secara sah menjadi seorang simpai keramat, ayah Ikal lalu mengasuh Arai dan menganggapnya sebagai anak sendiri. Ketika itu pula Ikal girang tak kepalang karena telah mendapatkan saudara baru yang sungguh luar biasa. Kini, mereka selalu bersama-sama dimanapun dan kapanpun. Bagi Ikal, Arai adalah sosok yang begitu mengagumkan, ia selalu menjadi pelindung dan abang yang terbaik bagi Ikal.
Suatu hari ketika Ikal dan Arai sedang asyik bermain teleponan melalui kaleng Botan di kandang Ayam, terlintas Mak Cik Maryamah dan anak-anak perempuannya yang memasuki pekarangan rumah dan menemui ibu Ikal untuk meminjam beras. Tampak kesedihan diwajah keluarga kecil itu. Setelah mendapat pinjaman beras, Mak Cik Maryamah mendesak Nurmi, anak tertuanya untuk menyerahkan biola kesayangannya. Namun ketika ingin menyerahkannya, ibu Ikal menolak dan mengerti bahwa Nurmi tak dapat dipisahkan oleh biola tersebut.
Setelah terlihat jauh Mak Cik Maryamah dan anak-anaknya pergi meninggalkan rumah Ikal, tanpa mengambil tempo Arai menyeret Ikal menuju kamar mereka yaitu gudang peregasan untuk memecahkan tabungan miliknya dan tanpa dikomando, Ikal juga memecahkan celengannya yang telah lama ia tabung. Awalnya Ikal mengira bahwa uang hasil tabungan mereka tersebut akan diberikan kepada Mak Cik Maryamah ternyata Arai membawa hasil tabungan tersebut ke sebuah toko kelontong A Siong. Dan setelah sampai ditoko itu Ikal bingung apa yang akan dilakukan oleh Arai karena ia tak rela uang hasil tabungannya disalahgunakan. Setelah beberapa kali bertanya kepada Arai maksud dari tindakannya tersebut, Arai tak juga menjawab dan tetap saja sibuk membeli beberapa kilo terigu, gandum, gula dan minyak. Karena telah muak Ikal yang kesal lalu menyerang Arai dan perkelahian hebat pun dimulai. Setelah beberapa kali adu serangan, Arai pun meronta hingga membuat lemari raksasa yang ada ditoko itu limbung, tiba-tiba tiga karung kertas berisi kapuk pecah dan berjatuhan dari rak lemari tembakau lalu menghambur-hamburkan gumpalan kapuk yang memenuhi dan berserakan di lantai toko A Siong. Setelah berhasil mengacaukan toko itu, mereka kemudian berlalu dengan bersepeda menuju rumah Mak Cik Maryamah. Arai langsung menyerahkan karung-karung yang ia beli tadi lalu menjelaskan bahwa mulai saat ini keluarga kecil itu sudah akan mendapatkan penghasilan dengan membuat kue lalu Arai dan Ikal-lah yang membantunya menjual kue-kue yang telah dibuat. Betapa senang hati Mak Cik pada saat itu. Mata Mak Cik hanya berkaca-kaca saat itu dan Ikal telah mengerti maksud mulia dari sang simapai keramat.
Karena Belitong tak memiliki Sekolah Menengah Atas atau SMA, akhirnya setelah tamat SMP Ikal, Arai, dan jimbron merantau ke Magai untuk bersekolah di SMA Bukan Main. Demi menyambung hidup dan untuk membiayai sekolah, mereka bekerja sebagai kuli ngambat walaupun sebelumnya pernah menjadi penyelam di padang Golf lalu beralih mejadi part time office boy di kompleks kantor pemerintah. Pekerjaan sebagai kuli ngambat harus mereka tekuni mulai dari jam dua dini hari hingga jam enam pagi hingga mereka masih bisa bersekolah pagi harinya. Di sekolah, pelajaran yang sungguh mengesankan dan membawa banyak inspirasi adalah pelajaran Sastra yang diajar langsung oleh Kepala sekolah mereka: Bapak Drs. Julian Ichsan Balia. Pada waktu itu beliau memperlihatkan sebuah gambar yang tampak seorang pelukis sedang menghadapi sebidang kanvas. Ada sedikit coretan  impresi. Dan nun jauh disana, dibelakang kanvas itu berdiri menjulang menara Eiffel yang menunduk memerintahkan Sungai Seine agar membelah diri menjadi dua tepat di kaki-kakinya. Dan pada saat itu, Arai, Ikal, dan Jimbron mengkristalisasikan harapan agung mereka dengan bercita-cita ingin bersekolah ke Prancis dan menginjakkan kaki di altar suci almamater Sarbonne lalu menjelajah Eropa sampai ke Afrika.
Setelah semester lamanya belajar, hari yang paling ditunggu-tunggu pun tiba yaitu hari penerimaan rapor. Demi mengambil rapor Ikal dan Arai, ayah Ikal rela mengambil cuti selama dua hari untuk mempersiapkan segala hal untuk menghadiri acara penerimaan rapor tersebut. Mulai dari sepatu, ikat pinggang, kaus kaki, sepeda, dan yang terakhir adalah baju safari empat saku spesial yang hanya dipakai ayah Ikal untuk acara yang sangat penting.  Dan tak mau kalah, ibu Ikal  juga tak kalah repot dari ayahnya. Sehari semalam beliau merendam daun pandan dan bunga kenanga untuk dipercikkan di baju safari empat saku ketika menyetrikanya.
Sesaat setelah sampai di SMA Bukan Main, Pak Mustar telah mengurutkan kursi tempat duduk untuk para orang tua yang datang dari urutan pertama hingga urutan 160. Pak Mustar telah memberi nomor kursi besar-besar dan urutan duduk mereka harus sesuai dengan ranking anak-anak mereka. Setelah bersepeda kurang lebih 30 kilometer jauhnya untuk sampai di SMA Bukan Main, akhirnya lelah yang dirasakan ayah Ikal terbalas. Karena dengan bangga ayah Ikal duduk di kursi nomor 3 yang merupakan rangking Ikal dan juga duduk di kursi nomor 5 yaitu rangking Arai. Setelah mengambil rapot mereka, beliau tersenyum bangga lalu pulang dan mengayuh lagi sepedanya 30 kilometer jauhnya.
Berbicara soal bioskop, jangan ditanya lagi. Pak Mustar sudah dengan tegas melarang anak SMA untuk menonton bioskop. Maka, diantara mereka tiada yang berani untuk berbicara soal bioskop. Tapi kali ini lain cerita. Sore itu Ikal, Arai, dan Jimbron yang baru saja pulang sekolah sedang duduk santai di beranda los kontrakan mereka, tiba-tiba saja datang para petugas bioskop yang mengurai gulungan terpal besar berukuran 4x3 meter, sebuah poster baru. Poster itu bergambar seorang wanita yang memakai bawahan hanya secarik kecil berwarna merah dan didadanya hanya dililit carik merah berupa tali temali sambil menggendong seekor anjing pudel, terbelalaklah mata mereka. Karena terus menerus melihat poster tersebut, terbersit rasa penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi dengan dua carik kecil merah yang dikenakan wanita di poster itu. Setelah mencoba untuk membeli tiket kepada A Kiun, mereka tidak dibolehkan untuk masuk ke dalam gedung.
Arai yang terkenal ide gilanya segera menyusun rencana super jahil agar dapat masuk dan menonton film tersebut apapun yang terjadi. ternyata ide gila itu adalah menyamarkan diri seperti orang-orang bersarung. Akhirnya mereka masuk di dalam antrean panjang orang berkerudung. Sebelumnya mereka mencari sarung yang paling bau dan berbulan-bulan tak dicuci agar dapat melewati A Kiun dan Pak Cik Basman dengan mudah. Setelah masuk dengan lancar, mereka pun dengan asyik menonton film biru Indonesia itu. Setelah mencapai pada klimaks cerita tersebut tiba-tiba saja muncul tiga bayangan gelap manusia yang menghalangi pandangan mereka. Dan detik itu juga layar padam dan seluruh batang lampu neon di dalam bioskop menyala. Salah satu dari ketiga bayangan itu ternyata Pak Mustar! Belum habis shock yang didera oleh ketiga berandal itu, Pak Mustar sudah tak habis-habisnya mengomeli mereka lalu menggelandang mereka keluar bioskop laksana ternak. Namun sebelum meninggalkan mereka, Pak Mustar sempat melontarkan ancaman yang sungguh menyeramkan untuk mereka dapatkan senin nanti.
Senin pagi, Ikal, Arai, dan Jimbron dibariskan terpisah. Ketika Pak Mustar naik podium, beliau mulai membahas kelakuan tiga berandal sekolah yang terkenal itu. Ternyata Pak Mustar hanya memberi hukuman kepada Ikal dan Jimbron untuk membersihkan WC lama agar dapat dipakai lagi, sedangkan Arai ditugaskan untuk membersihkan kotoran kelelawar di langit-langit seluruh sekolah. Belum berhenti Pak Mustar berbicara, seluruh siswa yang pernah diperlakukan lebih kejam dari mereka protes habis-habisan. Pak Mustar mulai berbicara kembali dengan kata-kata yang lebih tajam. Beliau mengatakan bahwa sebagai pemanasan, Ikal, Arai, dan Jimbron harus memerankan akting seperti yang mereka lihat pada film tersebut, sungguh memalukan. Ratusan siswa bertepuk tangan seakan tak sabar untuk menyaksikan hiburan konyol para berandal sekolah.
Suatu ketika, secara tiba-tiba Ikal berubah menjadi seseorang pesimistis, malas belajar, dan tidak bersemangat lagi untuk berlari. Ia dibayang-bayangi perasaan takut tak dapat lagi melanjutkan pendidikannya setelah tamatnya dari SMA. Ia takut bernasib seperti temannya Lintang dan Mahar yang putus sekolah dan pada akhirnya akan menjadi seorang pekerja kasar dan kuli. Sebaliknya, meski mengalami peningkatan rangking dari 78 menjadi 128, Jimbron tetap selalu optimis! Ia juga baru saja menunggu kapal barang sahabatnya karena minggu lalu ia telah memesan dua buah celengan berbentuk kuda berwarna hitam dan putih.
Ikal dan Arai bertemu dengan Jimbron sewaktu mereka mengaji bersama di masjid. Jimbron bertubuh tambuh, berwajah seperti bayi, dan jika melihatnya akan timbul perasaan ingin melindunginya. Jimbron adalah seorang yatim piatu yang kini di asuh oleh seorang Pendeta berdarah Italia bernama Geovanny. Walaupun seorang pendeta, Geovanny tak pernah sedikitpun mengonversi keyakinan Jimbron dan malah tak penah telat mengantar Jimbron mengaji di masjid. Namun satu kekhasan dari jimbron, ia selalu gagap tapi tak selalu gagap. Ia akan gagap ketika panik atau bersemangat namun akan menjadi normal jika suasana hatinya sedang nyaman. Jimbron juga sangat menyukai kuda padahal di Belitong tak ada seekor pun kuda tapi Jimbron mengenal kuda seperti penah melihatnya. Dan kata orang-orang, hal tersebut berhubungan dengan sebuah film di televisi balai desa yang ditontonnya seminggu sebelum ayahnya wafat.
Acara penerimaan rapor akhirnya tiba. Namun kali ini Ikal pendapat peringkat yang sungguh jelek. Ia kemudian mendapat makian dari Pak Mustar yang begitu perhatian akan prestasinya. Ikal takut ayahnya takkan datang untuk mengambil rapornya yang begitu buruk. Semalam ia tak dapat tidur dan Arai yang mengetahui hal tersebut menjadi malas berbicara padanya. Namun pagi ini, dari kejauhan nampak seorang laki-laki bersepeda dan mengenakan baju safari empat saku yaitu ayah Ikal yang datang untuk mengambil rapor Ikal dan Arai. Penampilan dan sikapnya tak berubah dan sama seperti semester lalu. Ia juga tak marah akan kemerosotan prestasi Ikal. Dan seperti biasa setelah mengambil rapor, beliau kembali pulang dengan mengayuh sepedanya. Sesaat setelah ayah Ikal berlalu, Arai lalu datang dan memarahi Ikal sejadi-jadinya. Arai merasa kecewa kepada Ikal yang ingin melupakan mimpi-mimpi besar mereka.
Berita yang tak kalah menghebohkan datang dari capo. Ia akan memelihara kuda yang ia beli dari Australia. Ikal langsung mengabarkan hal tersebut kepada Jimbron. Ia kembali gagap dan tak ada semangat hidup menjelang hari-hari kedatangan kuda tersebut. Ikal menyesal telah memberitahukan hal itu kepada Jimbron. Namun, detik-detik kedatangan kuda tersebut disambut meriah oleh seluruh warga Belitong yang ingin menyaksikan langsung kuda-kuda hebat dari Australia yang berjumlah tujuh ekor tersebut. Enam kuda pertama yang keluar dari kapal mualim adalah kuda besar berwarna coklat yang memiliki tubuh lebih besar dari gajah. Dan kuda terakhir adalah kuda yang putih bersih dan lebih besar tubuhnya dari kuda lain keluar bersama seorang pria Australia. Kuda putih itu bernama Pangeran Mustika Raja Brana. Sungguh suatu kebanggan bahwa Jimbron dapat membawa kuda itu untuk berjalan-jalan.
Setelah lulus di SMA Negeri Bukan Main, Ikal dan Arai memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke Jakarta dan akan merantau kesana. Sedangkan Jimbron akan tetap berada di Belitong untuk mengurus kuda-kuda milik Capo. Namun, karena tak mengikuti jejak kedua sahabatnya, Jimbron memberikan Ikal dan Arai celengan kuda yang waktu itu ia pesan di Jakarta. Awalnya mereka menolak namun akhirnya diterima oleh keduanya. Ketika hari keberangkatan, banyak sekali orang-orang yang mengantar mereka seperti ayah dan ibu Ikal, Jimbron, Pak Mustar, Pak Balia, dan Bu Muslimah. Mereka berjanji takkan kembali sebelum menjadi sarjana. Akhirnya, dengan menumpang kapal Mualim Syahbana, kapal Bintang Laut Selatan pergi menjauhi Pulau Belitong.
Setelah beberapa hari perjalanan di Kapal, akhirnya mereka sampai di Jakarta dan mereka akan langsung menuju Ciputat menurut saran Mualim. Namun tanpa disangka-sangka ternyata mereka terdampar di Bogor dan memulai kehidupan baru disana. Setelah pada awalnya bekerja sebagai salesman, merekapun berganti profesi sebagai pekerja di pabrik tali dan pada akhirnya bekerja di kios fotocopy di IPB. Ketika ada lowongan untuk menjadi salah satu karyawan di kantor Pos, mereka langsung melamar pekerjaan disana namun hanya Ikal yang diterima. Sebaliknya Arai kembali menjaga kios fotocopy. Ketika menjalani masa training kemiliteran di Cimahi, ternyata diam-diam Arai merantau ke Kalimantan.
Setahun akhirnya berlalu dan kini Ikal di terima di Universitas Indonesia jurusan Ekonomi dan tetap bekerja sebagai tukang sortir. Di UI Depok Ikal bertemu dengan Zakiah Nurmala yang ternyata juga berkuliah di UI jurusan FISIP. Tak lupa pada saat itu Nurmala menanyakan kabar Arai seakan sedang merindukan The Lone Ranger itu.
Tak lama waktu berlalu akhirnya Ikal telah menyelesaikan kuliahnya. Namun belum lama berstatus fresh graduate, Ikal membaca sebuah pegumuman beasiswa strata dua yang diberikan Uni Eropa kepada sarjana-sarjana Indonesia. Setelah mengikuti berbagai tes dan berbagai wawancara, dengan tak sengaja Ikal melewati sebuah ruangan yang terdengar suara samar-samar namun ia kenal. Dan ternyata orang itu adalah Simpai Keramat! Ikal sungguh bahagia dapat bertemu kembali dengan Arai. Ternyata Arai kuliah di Universitas Mulawarman jurusan Biologi dan lulus dengan cum laude. Setelah saling bertemu akhirnya mereka memutuskan untuk pulang ke kampung halaman untuk menepati janji mereka yaitu akan pulang jika telah menjadi sarjana. Di Belitong, Ikal dan Arai bertemu dengan lelaki yang saat itu bersama anaknya, ia adalah Jimbron. Ternyata ia telah menikah dengan Laksmi dan memiliki anak. Tak lama berada di Belitong, surat keputusan beasiswa Arai dan Ikal akhirnya datang ke rumah ayah Ikal. Dan setelah membuka kedua surat itu, Alhamdulillah Ikal dan Arai berhak menerima beasiswa itu dan masuk di Universitas sama yaitu Université de Paris, Sarbonne, Prancis.


No comments:

Post a Comment